Selasa, 22 Mei 2012

Peta yang Retak Karya EM Ali

TKI adalah suatu fenomena tersendiri bagi masyarakat juga negara. Di salah satu sisi ia merupakan pahlawan devisa, dimana setiap kali mereka pulang 'yang mengalami nasib beruntung' akan begitu diagung-agungkan di kampungnya. Biasanya hal itu bisa menjadikan perubahan beda ntuk rumah yang awalnya hanya papan atau anyaman bilah bambu dan berlantai tanah menjadi rumah gedung yang lebih besar dan mewah, perhiasan mulai menumpuk, dan gaya pun semakin metropolis. Tak peduli apakah disana sang TKI tersebut adalah buruh pabrik, buruh perkebunan kelapa sawit atau bahkan menjadi pembantu rumah tangga.
Sedangkan bagi mereka 'yang mengalami nasib kurang beruntung' maka pulang hanya membawa luka memar, lepuhan setrika, sayat-sayat luka akibat tusukan atau benda tajam, pemerkosaan, dipenjara bahkan ada juga sampai pulang hanya tinggal seonggok jenazah bahkan jenazah pun tidak ditemukan entah hilang kemana. Itulah fenomena TKI kita entah itu di kawasan Timur Tengah, Korea, Singapuran dan Malaysia.
Latar belakang itulah yang membuat novel berjudul Peta yang Retak ini tergelar. Dimulai dari nasib Maesaroh di kampung halamannya yang hanya tinggal bersama Emaknya sebagai seorang buruh tukang cuci keluarga Bu Karjo. Keberadaannya sebagai seorang buruh tukang cuci membuat kebutuhan ekonomi yang tertanggungkan tak cukup tersangga dengan baik. Hal itu membuatnya Maesaroh dan Emaknya sering ngutang di warung untuk membeli beras dan lauk untuk makan sehari-hari.
Kampungnya dimana para wanita sebaya Maesaroh yang meloncat ke Malaysia untuk mengadu keuntungan sebagai seorang TKI membuatnya ia pun tergiur untuk melakukan hal yang sama. Terlebih setelah melihat kenyataan bahwa para temannya sepulang dari Malaysia berhasil membangun rumah mereka lebih layak. 
Dari hal itu maka ia pun memutuskan meninggalkan emaknya di kampung tanpa pamit untuk melakukan perjudian nasib setelah ia hampir diperkosa oleh Badrun, anak majikannya.
Ternyata iming-iming kekayaan dan nasib baik itu berawal dari apa yang dinamakan sebagai seorang pendatang TKI non ilegal. Masuk ke Malaysia melalui jalur Selat Malaka dengan kapal tekong dan harus bersembunyi dari patroli polisi menyebabkan ia terdampar di hutan.
Perjuangan sangat berat ketika ia dimasukkan dalam perangkap pelacuran, sampai akhirnya pula ia melarikan diri, pingsan di tengah hutan sampai dirawat oleh Datuk Yusuf. Keberuntungan akhirnya mulai berpihak kepadanya ketika Datuk Yusuf ternyata mempunyai seorang anak perempuan bernama Fatimah yang telah meninggal dunia. Merasa wajah dan sifatnya sama menyebabkan Maesaroh di angkat menjadi anaknya dan namanya pun berubah menjadi Fatimah.
Datuk Yusuf sebagai seorang pengusaha rumah makan 'Borneo Restaurant' yang saat itu sedang mengalami perkembangan yang pesat sangat sayang terhadap Maesaroh/Fatimah sampai akhirnya seluruh rumah makan tersebut diserahkan kepadanya.
Tetapi ternyata materi dan kekayaan tak membuat kerinduan akan kampung halaman beserta emak yang ditinggalkan terlupakan sampai akhirnya semua yang dimiliki di Malaysia ditinggalkan untuk kembali ke kampung halamannya. 
Buku menarik ini menjadikan kita sadar akan nasib yang dialami oleh para TKI di Malaysia. Bagaimanapun keberadaannya adalah suatu wujud perjuangan untuk memperbaiki nasib hidupnya sendiri.
Rumah Buku Langit Timur memiliki koleksi buku terbitan Akademi Kesenian Yogyakarta (AKY) Press dan Jembatan ini dan siap untuk dipinjamkan.
Selamat membaca...
Semoga membawa manfaat.

2 komentar:

  1. melansirkan link ke: http://blog.insist.or.id/insistpress/archives/2571

    BalasHapus
  2. update lansir: http://blog.insist.or.id/insistpress/peta-yang-retak-novel/

    BalasHapus