Senin, 23 Juli 2012

Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken Karya Jostein Gaarder & Klaus Hagerup



“Buku terbaik mengenai buku dan budaya-baca yang ada saat ini.”

Oldenburgische Volkszeitung

 Pembaca yang baik,
Buku di tangan Anda ini benar-benar unik. Susah menggambarkan isinya. Tapi, kira-kira seperti ini:
Dua saudara sepupu, Berit dan Nils, tinggal di kota yang berbeda. Untuk berhubungan, kedua remaja ini membuat sebuah buku-surat yang mereka tulisi dan saling kirimkan di antara mereka. Anehnya, ada seorang wanita misterius, Bibbi Bokken, yang mengincar buku-surat itu. Bersama komplotannya, tampaknya Bibbi menjalankan sebuah rencana rahasia atas diri Berit dan Nils. Rencana itu berhubungan dengan sebuah perpustakaan ajaib dan konspirasi dalam dunia perbukuan. Berit dan Nils tidak gentar, bahkan bertekad mengungkap misteri ini dan menemukan Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken.
Tetapi buku ini tidak sesederhana itu, buku ini juga berisi cerita detektif, cerita misteri, perburuan harta karun, petualangan ala Lima Sekawan, Astrid Lindgren, Ibsen, Klasifikasi Desimal Dewey, Winnie the Pooh, Anne Frank, kisah cinta, korespondensi, teori sastra, teori fiksi, teori menulis, puisi, sejarah buku, drama, film perpustakaan, penerbitan, humor, konspirasi ....
Masih juga tidak tertarik? (Haaahhh?) Baca komentar ini:
  
“Sebuah surat cinta kepada buku dan dunia penulisan.”
Ruhr Nachricht

 Akhirnya ada motto bagus dari buku ini yang dapat membuka keuntungan dari tiap-tiap membaca buku di pengembaraan ini.. 

"Aku tahu, setiap kali aku membuka sebuah buku, aku akan bisa menguak sepetak langit.
Dan jika aku membaca sebuah kalimat baru, aku akan sedikit lebih banyak tahu dibandingkan sebelumnya.
Dan segala yang yang kubaca akan membuat dunia dan diriku menjadi lebih luas dan besar..."




Sabtu, 21 Juli 2012

Jazz, Parfum & Insiden Karya Seni Gumira Ajidarma

Aku tak pernah ingin menyerah
Tapi masihkah berarti kalau kalah?

Waktu menyiram tubuh
Darahpun menjadi putih

Aku tahu saat untuk pasrah
meski jauh di dalam tanah
kulambai dirimu dengan pedih.
  (Kulambai dirimu, 14 Januari 1996)

KRITIK terhadap penguasa bisa disampaikan melalui apa saja. Bagi seniman tentu melalui karya-karyanya. Salah satunya  Seno Gumira Ajidarma. Sebagai cerpenis, novelis sekaligus jurnalis, Seno menyampaikan kritik tajamnya kepada penguasa melalui tulisan-tulisannya. Balutan kalimat Seno dengan bahasa yang lugas selalu bisa diikuti pembaca dengan enak, meski ujung-ujungnya mengajak pembaca ke sebuah kisah suram. Seperti meninggalnya seseorang dengan tidak wajar, kondisi sosial yang mengenaskan serta pelanggaran HAM yang dilakukan oleh negara.
Cerpen-cerpen yang dihasilkan Seno mengukuhkan dia sebagai oposan bagi penguasa Orde Baru. Ia mulai mengkritisi Orba sejak 1980-an.  Cerpen-cerpen Seno memang menyuarakan  perlawanan, dan menentang budaya Orba. Jauh sebelum kejatuhan rezim Soeharto, Seno menuliskan hal-hal yang tabu untuk ditulis pada masa itu, seperti tema-tema yang mengangkat persoalan ras, suku, korupsi, ketamakan manusia, kebohongan, penindasan manusia atas lainnya, serta perbedaan kelas.
Meskipun karya-karya sastra yang mengkritisi arogansi dan dominasi penguasa sebenarnya tidak hanya ditulis Seno. Sejumlah sastrawan juga melakukan hal serupa.  Kita bisa menyebut nama-nama seperti Pramoedya Ananta Toer, penyair Wiji Thukul, Emha Ainun Nadjib, Y.B Mangunwijaya, Putu Wijaya. Mereka punya cara masing-masing untuk menyampaikan kritiknya. Dan karya-karya Seno menduduki salah satu titik penting dalam khasanah sastra yang menggugat politik kekuasaan.
Cerpen Telepon dari AcehSaksi MataJakarta 2039Seorang Wanita di Halte Bis, juga Sarman hanyalah sedikit dari banyaknya karya-karya Seno yang bersikap kritis terhadap realitas Orde Baru yang begitu mendominasi dan mengakar sekaligus menebar ketakutan. Ia mengajak pembaca untuk menyaksikan peristiwa itu sambil mendorongnya untuk melakukan refleksi terhadap itu.  Peristiwa-peristiwa dalam cerpennya mampu membuka hati dan pikiran pembaca untuk menyadari bahwa di luar sana, tak jauh dari tempat pembaca terjadi peristiwa memilukan.
Karya-karya Seno yang berani dan rasa simpatinya kepada orang-orang yang menderita, lalu dikemas dengan gaya posmodern ini seringkali membuat pembaca mendapatkan akhir cerita yang tak terduga. Selalu ada yang membekas disetiap karya Seno. Hingga tak berlebihan jika Andy Fuller,  peneliti sastra Indonesia,  tertarik  dengan karya-karya Seno dan menggunakannya sebagai obyek penulisan tesis S2 di The University of Melbourne (2004). Tesis itulah yang kemudian diterbitkan menjadi buku ini.
Perkenalan Fuller dengan karya-karya Seno tak sengaja. Ketika sedang berburu buku di Yogyakarta, pandangannya tertuju pada buku berjudul Jazz, Parfum dan Insiden. Semula ia belum tertarik dengan tema insiden atau pembantaian yang diangkat Seno. Tetapi Jazz, Parfum dan Insiden yang  menghadirkan perenungan impresionistis tentang Jazz dan parfum, menjadi magnet bagi Fuller untuk terus membaca karya-karya Seno selanjutnya.
Ketertarikan Fuller adalah pada tema yang diangkat dalam karya Seno. Menurut Fuller, Seno melibatkan karya dan dirinya pada masalah-masalah Indonesia di masa Orde Baru kemudian berperan membangun wacana politik di masa itu.  Seno melalui karyanya telah berusaha membangkitkan dialog yang kritis, membangun kesadaran diri, untuk kemudian menyelesaikan krisis politik dan krisis budaya.
Karya Seno yang banyak mendapat sorotan dan perhatian para akademisi adalah Saksi Mata dan Jazz. Karya ini menuturkan penindasan Orde Baru terhadap rakyat Timor Timur. Bagi Fuller, meski tokoh-tokoh cerpen Seno itu absurd, tetapi sejatinya nyata. Ini karena karya-karya Seno selalu mengambil dari peristiwa nyata.
Kelebihan Seno adalah pada cara dia bercerita. Biarpun memuati kritisme, cerpen-cerpennya tetap tersaji ringan. Ini menunjukkan betapa Seno seorang pendongeng yang mahir dalam tehnik dan punya banyak cara untuk bercerita.
Karya-karya Seno yang selalu mengkritik penguasa bisa jadi dipengaruhi oleh kegiatan yang ia akrabi.  Seno disamping cerpenis,  adalah seorang jurnalis. Karyanya pun tak sebatas cerpen saja, tetapi juga laporan jurnalistik, puisi, kritik film, juga novel. Karyanya tersebar di berbagai media dan mendapat sambutan baik di tanah air.
Namun Seno tak hanya menulis karya-karya yang melulu menghantam penguasa orde baru. Ada sejumlah cerpen yang bersifat surealis romantis, seperti cerpen Sepotong Senja untuk Pacarku. Dan tak jarang Seno menyajikan karyanya dengan gaya metropolitan bahkan seperti “keluar”  dari sastra. Agaknya Seno tak terlampau memikirkan apakah karyanya bisa disebut karya sastra atau bukan.
Menurut Fuller, watak dari karya Seno adalah posmodern. Buku ini juga hendak menyampaikan bagaimana gaya posmodern mampu berkelindan dengan karya sastra.  Buku ini kemudian memberi identifikasi teknik-teknik estetika posmodern. Teknik-teknik tersebut, menurut Faruk dalam pengantar buku itu, digunakan untuk menyampaikan pendapat dan sikap terhadap penguasa Orde Baru yang represif.
Michael Bodden juga mengukuhkan Seno sebagai salah satu cerpenis bergaya posmodern. Menurut Bodden, tampilnya karya posmodernisme di Indonesia merupakan usaha untuk menciptakan tulisan baru, sekaligus merupakan metode perlawanan terhadap menyebarnya manifestasi sosial dan budaya dari rezim otoriter Presiden Soeharto (Halaman 61). Michael Bodden juga akademisi yang melakukan penelitian terhadap  karya-karya Seno.
Buku ini terdiri dari lima bagian. Bagian pertama menyajikan seluk beluk posmodernisme. Bagian kedua mengetengahkan tentang politik kebudayaan Orde Baru, lalu bagian ketiga adalah tinjauan Karya sastra Seno. Kemudian bagian empat menyajikan pembahasan tentang metafiksi dan budaya populer. Sejumlah kesimpulan, yang termaktup di bagian kelima, menutup buku ini. ***
 *Dianing Widya YudhistiraHarian Detik, Minggu 18 Maret 2012.
Dengan segala kehormatan tumah buku langit tumur mengucapkan selamat membaca....

Kamis, 19 Juli 2012

Aku karya Sjuman Djaya


Seekor kuda paling binal,
berbulu putih dan rambut kuduk tergerai
berlari di pusat kota,
Jakarta!
Tidak peduli pada yang ada,
sekelilingnya,
juga tidak pada manusia
Dia meringkik alangkah dahsyatnya,
menapak dan menyepak alangkah merdekanya.
Dunia ini,
seolah cuma menjadi miliknya!
dan sekaligus seolah dia bicara :
    Kalau sampai waktuku
    kumau tak seorang kan merayu
    tidak juga kau
    tak perlu sedu sedan itu
    aku ini binatang jalang
    dari kumpulannya terbuang
Gaung suara ini
membelah langit
membelah bumi.
 
Ketika film Ada Apa Dengan Cinta yang melambungkan nama Dian Sastrowardoyo dan Nicholas Saputra meledak, buku inipun lantas banyak dicari anak-anak muda. Bagaimana tidak secara tidak langsung buku ini membuntuti sebagai sebuah iklan dari film tersebut. Ditenteng oleh tokoh Rangga (Nicholas Saputra) kesana kemari dan banyak sekali dishoot.
Buku ini memang menjadikan kita yang membacanya menjadi lebih pemberani, dan punya daya dobrak dan itulah memangnya seharusnya anak muda bangsa Indonesia. 
Buku ini berisi tentang perjalanan hidup seorang seniman besar Chairil Anwar (yang membuat puisi populer berjudul 'Aku').Semasa hidupnya Chairil Anwar tidak pernah dihargai oleh para kritikus. Ia dianggap seniman yang bombastis, liar dan penyair yang merusakkan nilai sastra dengan bahasa yang lugas, tegas dan tanpa dihias-hias. Tetapi setelah ia wafat, semua kritikus memujinya dan mengakuinya sebagai pelopor pembaharu seni sastra di Indonesia.
Tidak mengherankan jika lantas Bung Sjuman tertarik untuk menulis sbuah skenario tentang hidup Chairil Anwar. Ia menganggap bahwa setiap kenangan akan kehadiran sang penyair dan setiap pembacaan kembali sajak-sajaknya akan selalu menggugah dinamika dalam kehidupan. Tetapi sayang sekali bahwa skenario ini tidak jadi dilaksanakan dalam bentuk film. Namun tak dapat disangkal bahwa skenario ini merupakan salah satu karya terpenting Sjuman Djaya yang menempatkannya di jajaran para seniman besar di Indonesia
Selamat membaca dan menyelami dari profil seniman Chairil Anwar yang puisinya sering kita nikmati di setiap lomba pembacaan puisi..

Selasa, 17 Juli 2012

Atheis Karya Achdiat K. Mihardja

Kepuasan telah berganti dengan kehampaan, dan harapan telah berubah menjadi kekecewaan.
Kadang dunia serasa akan berubah bagiku. Seakan-akan Rusli telah memberi suatu kacamata yang lain kepadaku untuk meninjau dunia dengan cara lain. Perasaan hampa dan gelisah itu menemani aku terus...

Novel mengasyikkan ini bercerita tentang kebimbangan seorang bernama Hasan, dimana ia harus memilih antara tetap berada di jalan agama yang telah diajarkan oleh orang tuanya sejak kecil, atau memasuki alam pikiran buah dari pergaulannya dengan Rusli yang menggiring kuat ke arah menjadi seorang atheis.
Tetapi perjalanan tidak hanya sampai disitu, perkenalan dengan seorang wanita bernama Kartini cukup memporakporandakan alur hidupnya yang semula tenang menjadi kalang kabut dimana cinta itu bergerak ke arah hatinya. Jatuh cinta membuat Hasan harus menyesuaikan dengan pergaulan dengan teman-temannya. 
Pertentangan-pertentangan ini menyebabkan Hasan harus mengalami pertentangan batin yang sangat hebat. Apalagi masalah kembali menjadi bertambah runyam ketika Anwar, seorang seniman yang cukup berkaliber juga menaruh hati dengan Kartini.
Nah dengan membaca buku terbitan Balai Pustaka ini pembaca akan dapat menjawab pertanyaan besar, apakah Hasan dapat mempertahankan hubungan cintanya dengan Kartini, jua pertanyaan lain, apakah Hasan lantas menjadi seorang atheis..??
Jawaban ada di dalam buku fenomenal karya seorang pengarang besar yang terbit pertama kali pada tahun 1949 oleh penerbit Balai Pustaka Jakarta ini.

To be or not to be!
To kill or not kill!
And he kills!
He kills
And you?!
You?!

Soul Mate Karya Stefani Hid

Aku mau terus hidup karena aku sedang mencinta. Aku belum mau mati. Bagiku hidup ini begitu besar. Tapi tak berarti aku kecil. Aku dan hidup sama besar. Dan kami bersahabat. Mungkin hanya maut yang bisa memutus persahabatan kami. Suatu saat. Tidak sekarang. Tidak, sebelum aku melakukan sesuatu yang membuat orang lain bahagia.
Aku mau hidup karena aku sedang mencinta. 
Aku mencintai seseorang yang selalu takut pada maut. Entah mengapa aku mencintai dia. (Aku mencintainya karena dia adalah dia. Itu saja.) Ia adalah orang yang selalu dibayang-bayangi kematian. Setiap detik dia merasa ajalnya hampir tiba. Ia merasa Sang Maut tak pernah berhenti mengintainya. Baginya maut tak ubahnya hantu yang gentayangan. Membuatnya sering merinding. Kulitnya terasa kasar ketika kurabai, tak lain karena bulu-bulunya berdiri. Ketakutannya terhadap maut seakan menelusup ke otaknya, pada setiap napas yang ia hirup, pada setiap langkah yang ia ayun.
Aku mencintai dia. Aku percaya, cinta mampu mengatasi segalanya.

Inilah novel Soulmate, karya Stefani Hid, dimana dalam cerita ada perjalanan cinta antara Latt yang lahir di Mandalay, Myanmar dan Marla. Kisah cinta inilah yang membuat mereka semangat untuk hidup, menyatu walau pada akhirnya ironi, karena dari sebuah pengkhianatan atau lebih tepatnya petakan sejarah, menjadikan kematian sebagai akhir dari sebuah cerita yang dirangkai begitu lugas namun tak meninggalkan estetika.

Sebagaimana telah kuceritakan, peristiwa demi peristiwa seakan mengalir seperti sampah yang hanyut terbawa arus sungai. Kebiasaan setiap orang untuk melihat masa lalu juga ada padaku, meskipun kutahu kita tak akan bisa kembali.

Selamat membaca..!!

Senin, 16 Juli 2012

For God And Country Karya James Yee

Novel atau lebih jelasnya buku Untold Story ini sangat menggambarkan tentang kekerdilan Amerika Serikat, paranoid Amerika Serikat terhadap keberadaan agama Islam, sehingga muslim yang tidak bersalah terkadang dicurigai secara berlebihan.
Kisah dari tokoh utama James Yee ini mengungkapkan bagaimana seorang lulusan West Point tahun 1990 yang patriotik, namun kemudian dilecehkan dengan dituduh sebagai seorang mata-mata tanpa dasar yang jelas.
Inilah dimana kekerdilan sebuah bangsa adidaya terhadap apa yang dinamakan terorisme, sehingga dengan semena-mena, tanpa memperhatikan unsur keadilan langsung membawa Yee ke sebuah penjara di Guantanamo. Yee adalah seorang warga Amerika keturunan China dan kebetulan menganut agama Islam pada tahun 1991 dan belajar mendalami agama di Damaskus Suriah seama 4 tahun. Awalnya sebagai seorang US Army Chaplain Corps, Korps Angkatan Darat Amerika Serikat ia ditugaskan sebagai seorang yang melayani kebutuhan spiritual di Penjara Guantanamo. Namun karena itulah dia sering mendapat sebutan sebagai 'Taliban Cina'. Semua baik-baik saja sampai akhirnya ia ditangkap dan diblacklist sebagai seorang teroris.
Dari sini kemudian Yee diperlakukan secara semena-mena dan dan dihancurkan reputasi dan kariernya serta keluarga yang dulunya harmonis kemudian diluluhlantakkan.
Novel ini menariknya tidak lantas hanya berhenti di sini tetapi perjuangannya hingga kembali membangun asa sampai pada akhirnya juga mengemban misi bahwa agama Islam itu sejatinya ikut membangun sebuah peradaban dimana cinta kasih dan perdamaian menjadi urat nadinya.
Selamat membaca buku yang mempesona, menguras emosi dan pada akhirnya menumbuhkan ruang kesadaran bahwa acapkali kebodohan dan ketidaktahuan akan menjadikan hidup lantas tidak berjalan dengan keadilan yang semestinya.


Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan

EKA Kurniawan, adalah pengarang yang begitu fenomenal, meski tidak jebolan dari mahasiswa Sastra tetapi banyak melahirkan buku-buku yang luar biasa. Eka Kurniawan tampaknya sungguh-sungguh ingin menjadi seorang sastrawan dengan memperkaya referensi bacaan hingga menghasilkan karya-karya yang kaya warna. 
Setelah menerbitkan kumpulan cerpen dalam antologi Corat-coret di Toilet (1999), alumnus Fakultas Filsafat UGM ini tampaknya tak mau kepalang tanggung dengan merilis sebuah novel yang berjudul Cantik Itu Luka ini, begitu diluncurkan ke pasaran, tak berlebihan kalau membuat kalangan sastra sempat tercengang, kagum, dan bahkan hampir tak percaya.
Dari sampul buku sendiri sudah sebegitu menarik perhatian pembaca untuk mengambilnya begitu melihat kesan sekilas bila ditata di etalase rak di sebuah toko buku bila disandingkan dengan buku-buku yang lain. Design sungguh luar biasa dan menumbuhkan keingintahuan para khalayak untuk membacanya. Itu baru penampilan secara fisik, begitu menyimak dan mulai membaca sampul belakang ada kesan lain bahwa novel ini memang benar-benar berbobot dan fenomenal.
Bagaimana tidak? Novel Cantik Itu Luka dengan tebal 517 halaman bisa dikatakan telah mencatat rekor baru dalam sejarah perjalanan novel Indonesia sebagai novel paling tebal yang dihasilkan sebagai karya perdana. Selain itu, lewat novel ini pengarang juga telah melakukan inovasi baru berkaitan dengan model estetika serta gaya penceritaan sebagai satu bentuk pemberontakan atas mainstream umum. Dalam hal ini juga bahwa Eka Kurniawan menulis novel ini dengan lugas, lancar dan terkadang dengan sense of humor yang tinggi. Bahkan, dengan cukup realis, pembaca dibawa memasuki sejarah bangsa dengan berbagai peristiwa penting yang pernah terjadi, sebuah potret buram sejarah Indonesia dari masa kolonialisme Jepang hingga pemberontakan PKI.
Lewat novel ini, Eka dengan cukup cerdas dan cerdik mengisahkan nasib anak manusia, Dewi Ayu dalam gelombang sejarah bangsa. Ia telah menjadi korban kekuasaan dan kutukan karma. Bermodalkan kecantikannya, nasib rupanya tidak berpihak secara cantik pula. Ia lebih banyak dikonsumsi oleh tentara Jepang sebagai regulasi dari kemenangannya atas bangsa Belanda pada waktu itu dan ia baru bebas ketika Indonesia dinyatakan merdeka pada tahun 1945.
Meski sudah merdeka, kehidupan buram yang dilakoninya sebagai pelacur ternyata tak juga urung diakhiri. Ia masih melanjutkan kariernya sebagai penjaja tubuh di kota kelahirannya, Halimunda. Bahkan, berkat kecantikannya yang tak tertandingi, ia jadi pelacur idola yang diburu setiap lelaki hidung belang. Selama bertahun-tahun, karier itu dijalaninya hingga ia punya tiga anak gadis. Semua berwajah cantik. Akan tetapi, kecantikan ketiga anak itu tak ubahnya sebuah pisau bermata ganda. Pada satu sisi merupakan anugerah, pada sisi yang lain kehadiran tiga gadis cantik itu sebuah petaka. Sehingga, akibat kutukan dan dosa yang ditanggung Dewi Ayu, ketiga anaknya jadi janda semua. Suami-suami mereka mati mengenaskan.
Untuk itu, tatkala ia mengandung anaknya yang keempat, ia berharap anak itu akan lahir buruk rupa. Tapi, anehnya, ia malah menamai anak keempatnya itu dengan si Cantik. Dia juga bersyukur karena banyak orang mencemooh kondisi anaknya yang wajahnya mirip monster itu. Karena dengan cemoohan itu diharapkan bisa menghilangkan kutukan yang diterimanya selama ini.
Meski buruk muka, si Cantik justru dicintai Krisan, yang tak lain keponakannya sendiri. Bagi Krisan --yang pernah patah hati--, cantik itu ternyata tak lebih sebuah luka. Sehingga tak ada bedanya mencintai si buruk atau si cantik.
Membaca novel ini, kita diajak oleh Eka Kurniawan untuk mengembara tentang presisi dari kata kecantikan itu sendiri, bahwa ternyata pada kenyataannya meski semua orang mendambakan dirinya cantik tetapi ada hal yang lebih didambakan lagi dalam kehidupan ini, yakni sebuah keberuntungan.
Selamat membaca novel fonomenal dari sastrawan muda kita.