Minggu, 15 Juli 2012

Gulistan Karya Sheikh Musliuddin Sa'di Shirazi

Segenap ras manusia adalah anggota tubuh sebuah keluarga besar
di atas segalanya mereka berasal dari hakekat yang sama
Jika kau tak pernah merasakan derita orang yang tertindas dan teraniaya
Tidak patutlah kau disebut sebagai keturunan Adam

Sa'di dari Syiraz adalah salah seorang di antara beberapa penyair Persia paling terkemuka. Karya-karyanya dibaca oleh masyarakat luas baik di belahan timur maupun barat. Dan satu hal lagi beliau merupakan tokoh yang sangat dikagumi, terutama dalam karyanya yang berjudul Bustan dan Gulistan.
Beliau ini hidup sezaman dengan Jalaluddin Rumi (1207-1273), seorang penyair sufi yang tersohor juga.
Pada Abad 13 M, mereka hidup di tengah jaman yang berkecamuk, dimana dua perang besar, yakni Perang Salib yang meletus dalam beberapa gelombang dari akhir abad ke 11 sampai 13 Masehi, sedangkan yang kedua adalah perang penyerbuan tentara Mongol pimpinan Jengis Khan dan Hulagu Khan yang terjadi secara beruntun sejak 1220 M. Perang tersebut memporakporandakan negeri Persia sampai dengan puncaknya yakni penghancuran Baghdad, ibukota kekhalifahan Abbasiyah. 
Ini pula yang menghantarkan salah satu ruh dari buku Gulistan karya Sa'di, yakni merasakan sendiri kekejaman tentara Mongol saat menduduki propinsi Fars pada tahun 1226 M (dituturkan dalam pendahuluan) dan pada tahun 1256 M Sa'di pernah ditawan dalam perang Salib, (dituturkan dalam kisah 31 Bab II). Di salah satu sajak panjangnya juga menuturkan tentang bagaimana terntara Hulagu Khan membunuh dan memotong kepala ribuan lelaki dan wanita, anak-anak dan dewasa, kemudian menumpuknya bangkai mereka hingga menjadi sebuah bukit. Juga saat menghancurkan istana, masjid, gereja, sinagog, madrasah, universitas, dan perpustakaan-perpustakaan yang banyak terdapat di kota Baghdad.
Sa'di sendiri menuturkan dalam Mukadimah Gulistan, bahwa "Aku berniat menulis kitab untuk menghibur mereka yang membacanya, dan sebagai pedoman bagi siapa saja yang menginginkan Taman Bunga, Gulistan, yang daun-daunnya tak tersentuh kesewenang-wenangan pergantian musim, dan kecemerlangan sinarnya abadi, tak dapat dirubah oleh musim gugur". 
Selanjutnya ia berkata "Apa artinya seikat bunga untukmu? Ambillah sehelai daun dari Gulistan - taman bungaku. Sekuntum kembang biasanya hanya bertahan lima enam hari, tetapi bunga-bunga dalam Gulistan akan senantiasa berkilauan cahayanya."
Dalam Khazanah sastra Islam Persia, kepopuleran Gulistan tak dapat disangkal lagi, menyamai kepopuleran Syah Namah karya Fedowsi, Matsnawi Ma'nawi karya Jalaluddin Rumi dan Mantiq al Tayr (Musyawarah Burung) karya Fariduddin al Aththar
Buku Gulistan terbagi dalam 7 bab yakni :
Bab I      : Akhlak Raja-raja
Bab II     : Sifat-sifat Darwish
Bab III    : Kesempurnaan Isi
Bab IV    : Keuntungan Diam
Bab V     : Cinta dan Masa Muda
Bab VI   : Kelemahan dan Masa Tua
Bab VII  : Manfaat dari Pendidikan
Bab VIII : Aturan Dalam Kehidupan
Itulah buah tangan peninggalan dari sufi terkemuka pada jamannya dari Persia, Rumah Buku Langit Timur telah mengoleksinya dalam edisi bahasa Indonesia, diterbitkan oleh Penerbit Navila dan diterjemahkan oleh Abdul Hadi WM. Alhamdulillah.
Akhir penutup ada sebuah karya yang dapat menghantarkan pembaca untuk meraup satu kebajikan hidup..
Jangan lupa bahwa engkau juga akan sakit hati,
jika dengan tanganmu sebuah hati telah terluka.
Jangan lemparkan sebuah batu pada dinding sebuah pertahanan.
Karena mungkin batu tersebut akan mental dari benteng
dan akan mengenaimu..
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar